PENYELESAIAN PELANGGARAN PEMILIHAN UMUM MERUPAKAN PERAN BADAN PENGAWAS PEMILU
Oleh : Abdul Rohman
Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP Pasuruan)
Bentuk demokrasi kita sekarang ini, yang dikenal dengan demokrasi pancasila, telah mengalami berbagai perubahan dan ujian seiring dengan peralihan antar pemerintahan. Namun, tidak dapat disangkal bahwa UUD 1945 menjelaskan beberapa prinsip fundamental demokrasi yang kita anut. Sistem perwakilan (perwakilan rakyat) yang berperan dalam membangun kekuasaan atas pemerintah memungkinkan terwujudnya gagasan bahwa semua anggota masyarakat harus memiliki kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pemilu merupakan komponen fundamental yang memainkan peran penting dalam mempraktekkan demokrasi yang dibangun di atas cita-cita pemilu dalam bentuk undang-undang. Biasanya, organisasi yang ditunjuk berdasarkan undang-undang untuk menyelenggarakan pemilu adalah penyelenggara pemilu.
Dalam agenda demokrasi luar gagasan bahwa demokrasi mensyaratkan keterlibatan publik, terbatasnya dana yang tersedia bagi penyelenggara pemilu merupakan justifikasi yang cukup baik bagi partisipasi masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemilu. Pemantauan pemilu merupakan salah satu tugas yang dapat mengakomodasi keterlibatan masyarakat sipil dalam agenda pemilu.
Meski sejak tahun sebelumnya ketentuan mengenai pemantau Pemilu telah dipisahkan dengan ketentuan pengawasan pemilu, namun pembentuk undang-undang menilai mekanisme akreditasi ini lebih tepat jika dilakukan oleh Bawaslu. Hal itu juga dinilai oleh Bawaslu karena sifat pekerjaan mengawasi dan memantau ini merupakan aktivitas yang berkaitan.
Pelanggaran Administrasi adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu. Tindak pidana pemilu adalah tindak. Pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam UU pemilu. Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 dalam hal tindak pidana pemilu, lembaga pengawas pada tingkatan terendah seperti PKD meneruskan laporan tindak pemilu ke panitia pengawas tingkat kecamatan (Panwaslu Kecamatan).
Sementara pada tingkatan Bawaslu Kabupaten/Kota, dalam menerima laporan, dugaan tindak pidana pemilu diterima dan didampingi oleh unsur kejaksaan dan unsur kepolisian dalam Sentra Gakkumdu. Pelanggaran Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 159 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa Pelanggaran Kode Etik merupakan Pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu, yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (DKPP).
Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilihan Umum (DKPP) berwenang menjatuhkan sanksi terhadap Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu berupa, teguran tertulis yaitu dengan peringatan atau peringatan keras dan pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap berupa pemberhentian tetap dari jabatan ketua atau pemberhentian tetap sebagai anggota.
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 2 huruf f, menyebutkan “Asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah Netralitas”. Asas netralitas ini berarti bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum serentak Tahun 2024, diharapkan setiap Pegawai ASN dapat bersikap netral. Hal tersebut dikarenakan netralitas ASN merupakan pilar penting dalam kelangsungan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pegawai ASN sebagai unsur aparatur negara yang dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata.
Kewenangan upaya paksa merupakan salah satu kewenangan yang harus dimiliki oleh Bawaslu agar setiap pelanggaran yang terjadi selama pemilu dapat ditindaklanjuti dengan baik. Kewenangan tersebut menjadikan para pelaku pelanggaran pemilu untuk mau tidak mau hadir dalam setiap pemanggilan yang dilakukan oleh Bawaslu. Dalam menyelesaiakan pelanggaran, Bawaslu hanya merekomendasikan hasil kajian pelanggaran kepada lembaga lain yang merupakan stakeholder Bawaslu Kabupaten.
Segala dugaan pelanggaran dalam tahapan Pemilu harus ditangani, mulai dari penyelenggara Pemilu yang tidak professional, peserta Pemilu yang tidak taat aturan, bahkan ASN yang tidak netral, ketika didapati oknum aparat yang diduga tidak netral maka Bawaslu Kabupaten harus memprosesnya sesuai aturan dan prosedur dan juga telah dilakukan pemberian sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan meskipun masih ada kendala dalam penyelesaian pelanggaran pemilu.